Tari SAMAN yang dinobatkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia yang bersifat tidak benda.
Terdapat sesuatu yang menakjubkan memang ketika menyaksikan Tari Saman. Meski Saya sebagai bagian masyarakat Gayo Lues sering menyaksikan tarian tersebut dalam berbagai pagelaran.
Seperti menjadi peraturan tidak tertulis. Saman adalah tarian untuk kaum lelaki. Berjajar shaf, lutut kanan akan bersentuhan dengan lutut kiri rekan disebelah. Biasanya dimainkan oleh tujuh sampai dengan tiga belas orang. Gerak serentak, menepuk dada, menyungkuh sembah, dengan syair-syair yang gubah pengiring dari gerakan.
Kostum yang mereka pakai pun seragam. Dengan bordiran rumit khas 'kerawang gayo' (sejenis batik bordir), mengenakan topi bundar tanpa penutup atas yang dinamakan 'teleng'. Para kaum lelaki itu tampak gagah mengenakannya. Konon kerawang gayo adalah pakaian perang kaum muslimin Gayo Lues melawan penjajah dulu.
Dibarisan Saman tersebut satu Pengangkat Saman. Dimana pengangkatlah yang melantunkan syair saman. Kebiasaan pengangkat Saman adalah mereka yang bersuara tinggi dan merdu dalam melantunkannya. sehingga mampu menghibur para penonton Saman tersebut.
Menilik sejarah, tari Saman merupakan media yang digunakan dalam syiar Islam di Gayo Lues. Dimana seorang pendakwah bernama Syeh Saman yang terkenal memperkenalkan Islam di tanah Gayo dengan menggunakan tari SAMAN yang memang sudah ada sebelum Islam memasuki daerah Gayo. Tari Saman yang awalnya memiliki banyak sebutan yang berbeda di setiap desa, seperti: Tari Bintang I Karang. Dll.
Di Gayo Lues, Saman menjadi medium silaturahmi antar masyarakat. Dihari-hari besar, biasanya seusai Hari Raya, akan digelar sejenis kompetisi Saman antar kampung. Semisal kampung A mendatangi kampung B. Dalam hal ini kampung B termaktub memiliki hutang untuk mendatangi kampung A di kemudian hari. Dalam istilah Saman disebut 'Bejamu saman' (menjamu).
Tentu dalam menjamu Saman banyak prosesi yang dilewati. Dimana tiap-tiap kaum lelaki dari kampung A memilih seorang tamu dari kampung B yang kemudian dibawa ke rumah masing-masing. Layaknya raja, tamu dari kampung B dilayani, bahkan ketika berpisah hendak pulang, tamu tersebut diberi bingkisan sesuai kemampuan. Bingkisan tersebut disebut 'Selpah'.
Dari Saman lah terjalin kekerabatan. Tamu-tamu tadi menjadi 'Serinen'. Serinen adalah penyebutan kekerabatan yang bahkan terus melekat sampai kapanpun. Karena itu masyarakat Gayo antar kampung memiliki serinen. Pemuda di kampung A akan memiliki serinen di kampung B, kampung C, D, dan seterusnya. Tak tertutup kemungkinan, ketika pemuda kampung C hendak ke kampung B, pemuda kampung A memperkenalkan serinen nya di kampung B kepada pemuda kampung C tadi. Ini sudah seperti keluarga. Bahkan, ada beberapa paham yang dianut oleh masyarakat Gayo Lues, adik perempuan dari serinen tak boleh dinikahi. Mengingat hubungan mereka sudah menjadi keluarga.
Begitulah Saman. Tak sebatas gerakan tangan. Saman mengingatkan syiar dalam syair, dan mengikatkan persaudaraan antara satu dengan yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar